Anak gemuk belum tentu sehat
ilustrasi obesitas pada anak. Konsumsi
berlebihan makanan cepat saji pada anak mendorong peningkatan kasus
obesitas pada anak.
Banyak penyakit berbahaya mengintip di balik kegemukan anak, apalagi jika obesitas itu terus hingga remaja dan dewasa.
"Padahal kegemukan itu malnutrisi alias pemberian nutrisi salah. Malnutrisi bukan hanya kurang gizi seperti dipahami kebanyakan orang," kata seorang dokter dari Unit Kerja Koordinasi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr Damayanti R Sjarif, SpA(K).
Sjarif mengatakan, persepsi itu
disebabkan kekurangan pengetahuan orangtua tentang kebutuhan nutrisi
anak pada saat kehamilan maupun pertumbuhan mereka di usia emas, sejak
lahir hingga dua sampai tiga tahun.
"Banyak orangtua secara ekonomi mampu, tetapi tidak tahu apa makanan yang dibutuhkan anaknya sehingga asupan gizi dan nutrisi anak tidak sesuai," katanya.
"Banyak orangtua secara ekonomi mampu, tetapi tidak tahu apa makanan yang dibutuhkan anaknya sehingga asupan gizi dan nutrisi anak tidak sesuai," katanya.
"Perpindahan masyarakat dari desa ke kota, banyak tidak memasak makanan sendiri karena waktunya habis bekerja. Mereka membeli makanan cepat saji kaya kalori namun miskin asupan nutrisi dan zat lain yang diperlukan tubuh untuk tetap sehat," katanya.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan sendiri, tercatat 17,9 persen kasus malnutrisi yang terjadi pada anak usia di bawah lima tahun, dengan tingkat obesitas pada kelompok anak yang sama sebesar 14 persen.
"Angka (obesitas) tersebut bisa lebih parah di perkotaan seperti Jakarta, yang bisa mencapai 20-30 persen karena pola konsumsi makanan yang tidak sehat," tegas Damayanti.
"Makanan cepat saji merupakan makanan tinggi kalori, tetapi rendah kandungan nutrisi yang diperlukan tubuh seperti zat besi, vitamin A dan zinc," katanya.
Obesitas meningkatkan risiko diabetes, tekanan darah tinggi, stroke, serangan jantung, gagal jantung, beberapa jenis kanker, batu kandung empedu dan batu kandung kemih, serta sejumlah gangguan lain.
"Ada sekitar 70 persen orang tua yang berasal dari kalangan ekonomi mampu tetapi tidak paham tentang makanan yang tepat bagi anaknya sehingga perlu mendapat pendidikan tentang nutrisi dan gizi tersebut bahkan sebelum ibunya memasuki masa kehamilan," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar